Perempuan Kedua



~ Prolog ~

Mengapa kau harus kembali saat aku hampir sempurna melepas bayangmu? Mengapa kau ingin menggenggam tangan yang menamparmu dengan keras? Mengapa kau berusaha menolong perempuan yang telah merusak hubungan orang lain? Apa yang kau inginkan dariku?

Aku tahu pertemuan kita bukanlah takdir yang baik. Aku tahu bahwa ketika perasaan itu tumbuh tak seharusnya kubiarkan, mestinya aku membinasakan benih-benih cinta itu. aku tahu kita tak bisa bersama meski aku percaya kasihmu untukku jauh lebih besar dari sayangku padamu. Aku tak semestinya membalas genggamanmu, tak seharusnya memelukmu. Aku menggali hatiku, membuat luka di hatimu dan menghancurkan hati perempuan lain. Kita tak bisa bersama, namun kau terus menuntut untuk mengulurkan tanganku lagi. Bagaimana bisa aku menghancurkan hati wanita yang sama untuk kedua kalinya?

Tidakkah kau berpikir bahwa hari-hariku jauh lebih berat darimu. Mestinya kau tak perlu kembali. Biarkan aku perlahan menghapus lukaku, membasuh kesedihanku sendiri. Kau hanya memikirkan lukaku tanpa peduli pada perempuan yang telah menyerahkan hidupnya kepadamu selama bertahun-tahun. Bagaimana bisa kau berpaling semudah itu? Apakah aku dengan mudah akan percaya pada ucapanmu, pada ketulusanmu yang memilihku sebagai yang terakhir? Bukan aku tak mempercayaimu, tapi aku takut akan dosa yang kulakukan, meski telah berulang kali kau yakinkan bahwa karma itu tidak ada. Tapi, aku terlanjur meyakininya. Aku takut, jika kembali kugenggam tanganmu dan melupakan kesedihan orang lain, seseorang akan merenggutmu seperti aku yang tanpa sadar merenggut tahta orang lain dihatimu. Tidak mengapa jika hanya aku yang terluka parah, tapi aku tak ingin luka itu juga menyelimutimu. Aku tak menyesal jika aku harus menerima hukumanku, tapi aku akan sangat menyesal bila kau juga merasakan hukuman yang sama.

Kau selalu mengatakan padaku bahwa cinta tak harus memiliki, bahwa cinta yang agung adalah ketika kita bisa berbahagia melihat seseorang yang kita cintai berbagia meski kita tak pernah memilikinya. Lalu apa yang kau takuti? Percayalah pada kalimat itu. kita bisa mengakhiri segalanya dan mencari kebahagiaan masing-masing tanpa harus saling berkorban, bukankah itu solusi yang lebih baik?

Aku tidak pernah menyesali kesalahanku. Bahkan, bila mungkin keadaan yang sama kembali mengintaiku, aku akan melakukan hal yang sama. Aku tak ingin mengunci hatiku, aku akan membiarkan cinta itu tumbuh dan berkembang semakin besar, tapi aku tak ingin melepas genggaman tangan wanita lain. Cukuplah cinta itu kurawat sendiri dan berbahagia karena memiliki cinta untuk lelaki yang sempurna. 


Juli, 2016
Zatul Omaira