“Ayah,
apakah kita akan hidup seperti ini terus?” tanya gadis itu pada ayahnya.
“Nak,
mengapa kau bertanya seperti itu?” ayahnya kembali bertanya.
Gadis
itu tak langsung menjawab pertanyaan ayahnya. Ia tampak sedang berpikir untuk memberikan
jawaban terbaik agar tak menyinggung perasaan ayahnya. “Mengapa kau diam?”
tanya ayahnya lagi.
“Begini
ayah, bukan maksudku untuk mengeluh, tapi aku hanya ingin hidup normal layaknya
kehidupan saudara-saudara kita di negeri lain. Sejak kecil hingga kini usiaku
tujuh belas tahun aku telah dibesarkan oleh kerasnya ledakkan bom bahkan
beberapa kali hampir merenggang nyawa. Aku tahu Allah selalu bersama kita dan
tak mungkin member cobaan di luar batas kemampuan hamba-Nya, namun tak
pantaskah kita bahagia?” jelas gadis itu dengan wajah polosnya.
Sang
ayah menangis mendengar pernyataan putrinya. Ia sadar bahwa apa yang putrinya
katakana adalah hal yang sangat manusiawi. Bahkan ia bangga pada putrinya yang
begitu luar biasa bersabar. “Anakku, setiap insan tentu pantas berbahagia.
Namun, kebahagiaan tidak selalu berarti memperoleh apa yang kita inginkan.
Harusnya kita bisa berbahagia, kau ingat ibu dan adik-adikmu pergi menghadap
pada-Nya dengan keadaan yang amat menyakitkan, sedang kau dan aku masih diberikan
kesempatan untuk hidup. Kita masih bisa berjuang di jalan-Nya, kita masih bisa
menatap matahari terbit dan terbenam hari ini, kita masih bisa meneguk segelas
air hangat untuk berbuka, bukankah seharusnya kita bahagia?”
“Ayah
benar. Rabbi, maafkan aku karena masih belum bisa mensyukuri nikmat-Mu..”
Desisnya dalam rangkulan erat di bahu ayahnya. “Ayah, jika esok kita masih
diberi kesempatan untuk bernapas, aku ingin tiap napas yang kuhirup menjadi
saksi perjuangan kita. Aku berjanji akan mempertaruhkan apapun termasuk nyawaku
hanya untuk melindungi warisan suci kepercayaan kita, hanya demi menjaga
Al-Aqsha. Ayah, namun jika aku harus pergi lebih dahulu, tolong jangan
bersedih. Tetaplah tegar seperti ini.” Pinta gadis itu dengan senyum di
wajahnya.
“Aku
berjanji padamu anakku. Allah lah yang menjadi pelindung kita. Apapun yang
terjadi, tetaplah kuat. Bersabarlah.” Sahut ayahnya.
“Tentu
ayah. Meskipun kini para yahudi membombardir kehidupan kita, biarpun mereka
membiarkan kita kelaparan juga menyiksa kita dengan kejamnya, walaupun mereka
akan terus berusaha merampas tanah air kita, aku percaya suatu saat nanti
kedamaian akan datang dan tumbuh subur di lautan darah ini. Aku yakin, Allah
akan menurunkan ketentraman dan kebahagiaan di tanah kita.”
“Benar
anakku. Teruslah berpikir positif, teruslah bersabar, dan tetaplah tegar.”
“Ayah,
aku ingin sekali melaksanakan tarawih di bawah sinar bulan. Maukah kau
mengimamiku?”
“Tentu
anakku, tentu saja aku mau.”
Lalu
mereka berdua pun bersiap untuk melaksanakan tarawih di bawah rembulan yang
memerah. Hanya cahayanya yang menerangi sekitar. Ketika dua insan itu larut dalam
sujud pada Illahi, seberkas cahaya terpercik di kegelapan angkasa. Tak
lama kemudian, sebuah ledakkan dahsyat terdengar. Ya, sebuah roket zionis telah menjadikan
sujud itu sebagai sujud terakhir mereka. Kebiadaban para zionis telah
menghantarkan dua nyawa itu kembali pada-Nya dalam keadaan syahid.
Bukan bau hangus atau bau anyir yang menyeruak, melainkan keharuman kesturi
yang mengiringi malam itu. Para malaikat bertakbir dan mereka para bidadari syurga telah berhias menyambut kedatangan dua ruh yang mulia.
__=oOo=__
Saudaraku…
Ini hanyalah sebuah cerita fiktif yang sengaja saya tulis setelah membaca berita terkini tentang Palestine. Kita tak mungkin untuk mengangkat senjata lalu bertandang ke sana untuk membantu mereka. Namun, untuk menengadahkan dua tangan dan mendoakan mereka adalah satu-satunya upaya yang bisa kita lakukan. Teruslah mendoakan mereka, karena mereka ada untuk kita. Karena merekalah yang rela merenggang nyawa demi melindungi dan mempertahankan Al-Aqsha.
Ini hanyalah sebuah cerita fiktif yang sengaja saya tulis setelah membaca berita terkini tentang Palestine. Kita tak mungkin untuk mengangkat senjata lalu bertandang ke sana untuk membantu mereka. Namun, untuk menengadahkan dua tangan dan mendoakan mereka adalah satu-satunya upaya yang bisa kita lakukan. Teruslah mendoakan mereka, karena mereka ada untuk kita. Karena merekalah yang rela merenggang nyawa demi melindungi dan mempertahankan Al-Aqsha.
I Believe, Palestine Will Be Free….
Allauakbar… Allahuakbar…
Allahuakbar…
#Pray4Gaza
#Pray4Palestine #SaveGaza #SavePalestine #SaveHumanRight
Untukmu saudaraku, teruslah berjuang karena syurga
merinduimu…
My sweet Room, 09072014
Zatul Omaira
Tidak ada komentar:
Posting Komentar