Lupakan


Setiap kali bertemu mereka, menyapa, lalu berbicara. Menceritakan semua hal hingga berujung pada pertanyaan yang terkesan membosankan. Iya, membosankan karena pertanyaan-pertanyaan itu pada akhirnya membuatku semakin terluka.

Aku percaya bahwa Allah Maha Adil. Aku juga tau Allah Maha Penyayang lagi Maha Pengasih. Dan Allah Maha Bijaksana, sehingga semua scenario kehidupan hamba-Nya telah tertata apik tanpa mungkin diganggu gugat kecuali atas kehendak-Nya. Semua telah terjadi sebagaimana takdir-Nya. Tidak ada yang perlu disesali. Tak ada yang perlu ditangisi, tapi mata tak mampu berbohong. Perih di hati terlalu sulit disembuhkan. 

Bagi sebagian orang mungkin ini adalah hal biasa, namun aku terlalu membesar-besarkannya. Dan sebagian lagi menganggap ini bukan hal penting. Tak perlulah menyia-nyiakan waktu hanya untuk merenung memikirkan sesuatu yang tak mungkin bisa berubah. Dan aku termasuk sebagian orang yang berada di garis kedua. Ya, aku memang tipe manusia yang tak ingin memperdulikan masa lalu. Tak mau menjadi pengemis harapan. Tapi, kali ini aku melupakan prinsip keras yang telah tertanam dalam diriku bertahun-tahun. Aku terpuruk, jatuh dalam lubang terdalam yang belum pernah kutemukan sebelumnya. Tergores luka yang tak pernah terbayang dalam benakku.

“Sabar. Ini bukan yang terbaik untukmu..” seseorang mengatakannya dengan tulus padaku.
“Sudahlah, lupakan saja. Tuhan memiliki rencana yang lebih indah..” yang lain turut menyemangati.
“Mungkin belum rezeki, masih ada waktu untuk mencobanya. Tegarlah..” 

Mereka yang mencintaiku selalu setia disampingku datang memelukku. Membiarkanku menumpahkan segala perih dalam dekapan hangatnya. Membelaiku dengan penuh cinta, senantiasa menasehatiku, memberiku begitu banyak kalimat yang membuatku merasa lebih baik, tapi selalu mengakhirinya dengan ‘lupakan’. Ya, mereka selalu memintaku untuk ‘melupakan’ mimpiku. Mereka tak salah mengatakannya karena hal itu yang harusnya kulakukan agar diriku menjadi lebih baik. Supaya aku kembali tersenyum seperti dulu.

Namun, bukan kutak ingin untuk melupakannya. Bukan kutak mau sembuh dari sakitku. Tapi melupakan sesuatu yang kau cintai hampir seumur hidupmu tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Karena untuk melupakan tidaklah semudah mengatakannya. Butuh proses yang amat panjang. Butuh semangat perjuangan yang membara. Butuh kesabaran dan ketegaran yang sangat kokoh. 

Ya, melupakan adalah yang terbaik. Tapi, tidak untuk saat ini. Aku manusia. Seperti halnya luka parah, ia akan pulih dalam kurun waktu yang lama. Dan tentunya meninggalkan bekas yang takkan hilang termakan waktu. Biarlah kurawat lukaku sendiri. Biar waktu yang menjawab. Biar Tuhan hadirkan keindahan untukku bila masanya tiba.

Satuhal yang perlu kau ingat dan kau camkan. Kau boleh meminta seseorang untuk melupakan lukanya, tapi kau tak boleh memaksanya untuk melupakan. Karena bila kau tahu seberapa sulitnya melupakan kecintaanmu, kau mungkin takkan pernah memintanya untuk melupakan.


19082014
Zatul Omaira

Tidak ada komentar:

Posting Komentar