Secarik mega merah telah
melayang di barat cakrawala. Menggantung anggun bersama pulusan gumpalan awan
kelabu berserat keemas-emasan. Sinar merah sang surya membelah hamparan
persawahan nan hijau, menjadikan permadani hijau padi bak kebun kemerah-merahan.
Entah sejak kapan aku sangat
menyukai senja. Memandangi langit merah sembari menanti para muadzin mengajak
bertemu dengan-Nya. Menikmati hiruk pikuk kendaraan ditemani sang handphone
yang menjadi teman sepiku mengantar kepergian mentari.
Memandang keindahan mega merah
penuh suka ria meski jauh di lubuk hati sana ada gemuruh yang riuh
menggelisahkan jiwa. Dalam pangkuan mama, aku terus saja mengoceh, mengatakan
hal-hal yang sebenarnya tak penting. Merangkai kalimat-kalimat puitis yang sulit
diartikannya, namun penuh makna bagiku.
Ahh iya, mungkin seperti inilah
pernak-pernik kepedihan ketika harus berpisah dari keluarga. Meninggalkan
kehangatan yang takkan pernah kutemukan di tempat lain. Menggadaikan kasih
sayang yang takkan mampu kubalas. Dan membiarkan semua kenangan, semua luka,
semua kepedihan yang pernah ada.
Senja petang ini benar-benar
indah. Sinar tujuh warna menyatu indah, lembut bagai ice cream
(pelangi api) mengambang indah dibalik awan kelabu. Keindahan lukisan tangan
Tuhan yang sempurna membuatku takjim dalam takjub. Hingga matapun enggan tuk
berkedip meski hanya sepersekian detik.
Ingin kuabadikan keindahannya,
tapi lensa kamera tak seperti lensa mata. Takkan ada yang mampu menyaingi
ciptaan-Nya. Entah mengapa diri ini tak ingin
melewati sedetikpun kebersamaan tuk mengantar kepergian senja. Mungkin karena
ini senja terakhir di kotaku. Senja terindah di tanah kelahiranku. Jiwa ragaku
tak ingin melepasnya, karena esok aku akan pergi. Menimba ilmu di rantau.
Mencari jati diri. Pergi untuk menemukan hakikat hidup yang sesungguhnya. Ya,
aku pergi untuk membuka rahasia Tuhan yang telah tergulung rapi dalam takdir.
Aku pergi untuk memecahkan semua pertanyaan yang selama ini terpendam bisu di
qalbu.
Senja terakhirku benar-benar
indah. Di sana, tentunya setiap saat aku akan merindukan belaian lembut lama.
Merindukan gelak ayah menertawakan kenaifanku. Merindukan kegaduhan dan
kekompakkan bersama kedua adikku. Merindukan canda tawa bersama seluruh
keluarga besarku. Merindukan sepupuku yang selalu setia menggodaku. Merindukan
suka duka bersama sahabat dan teman-temanku. Ya, aku akan merindukan semuanya.
Petang ini, bersama tenggelamnya
mentari aku memohon pada-Nya agar menguatkanku, menjagaku, melindungiku, dan
memberiku kesuksesan supaya aku lekas kembali ke kotaku. Berkumpul bersama
mereka, mengenang kisah yang pernah tertulis, membuka lembaran baru dan
menumukan kebahagiaan yang sesungguhnya.
22 Agustus 2014
Zatul Omaira
Tidak ada komentar:
Posting Komentar