Senyumku Kembali


Jari-jariku seakan kaku saat menekan tombol-tombol dikeyboard si abu-abu. Kesibukkan antara jasmani dan rohani telah menyita begitu banyak waktu hingga aku harus vakum sejenak dari rutinitas yang sangat kutekuni saat ini__menulis.

Aku seperti kehilangan inspirasi saat mengetikkan prosa ini. Aku mulai lupa dengan kata-kata yang telah sejak lama ingin kuutarakan dalam tulisan-tulisanku. Aku mulai kehilangan memoriku perlahan-lahan, sama seperti aku yang telah bisa mengabaikan kehadiran bayangmu. Meski terkadang menyakitkan, tapi aku sangat bahagia dengan apa yang dianugerahkan Tuhan untukku.

Bumi berotasi dengan kecepatan yang sangat tinggi membuat kita tanpa menyadari telah berada di ambang pencarian jati diri yang sesungguhnya. Mungkin aku masih menanti saatnya, tapi kamu sudah benar-benar melakukan pencarian, kamu akan menemukan segalanya seperti halnya aku yang juga akan menemukan yang lebih baik darimu.

Kita memang tidak pernah terikat oleh sesuatu yang istimewa, kita hanya bertemu sebagai insane yang sama-sama menempati semesta Illahi. Ya, kita adalah hamba-Nya yang sengaja di pertemukan, tapi tak sengaja menyimpan rasa yang berbeda. Bukan rasa coklat yang sering kau tawarkan untukku.

Meski aku telah bisa sedikit melupakanmu, namun tingkah konyolmu terlalu sulit terhapus dalam ingatanku. Kamu tahu? Setiap kali aku merasa bosan dengan hari-hariku, kontan saja lawakkan garingmu membayang di jiwaku. Walau dahulu aku hanya tertawa datar, tapi kini aku bisa terbahak-terbahak tiap kali mengenang masa itu.

Melupakan memang butuh kesabaran yang tinggi. Tak semudah membalik telapak tangan seperti yang kerap mereka katakan. Aku cukup paham tentang proses penyembuhan luka di hati, walaupun aku tak merasakan seberat apa, tapi ketulusan air mata mereka yang dikhianati cukup membuatku mengerti akan perih yang mendera, seperti perih saat aku mencintaimu diam-diam.

Kini, aku telah memiliki senyumku kembali, kuharap kau di sana juga tak pernah melewati hari tanpa senyuman. Kita memang harus berbahgia, agar mereka juga bahagia. Meskipun terkadang terluka, sepertinya lebih baik untuk menyembunyikan luka itu rapat-rapat dalam labirin pojok hatimu.

Zatul Omaira

Sabtu Petang #1

Sudah begitu lama sejak waktuku tersita oleh kesibukkan tanpa jeda, akhirnya hari ini ku kembali bisa berbahasa denganmu__senja. Telah begitu lama ku pendam sajak ini padamu, sajak untuknya yang tak pernah nyata.

Senja…
Tahukah kau?
Jauh dilubuk hati yang terdalam masih ada sisa-sisa kerinduan yang membeku. Entah bagaimana? Ku harus dapat mencairkannya. Tak mungkin aku terus menyimpannya yang sungguh-sungguh menyiksa hidupku.

Senja…
Meski beberapa waktu yang lalu aku berjanji untuk melupakannya sesegera mungkin, maaf aku belum mampu memenuhinya. Bukan karena apapun, tetapi bayangannyalah yang kerap menyisip dalam pekatnya malam, memenuhi memori otakku dan membuatku kesulitan bernafas.

Senja …
Kutahu, mungkin kau sangat bosan mendengarkan cerita anehku. Kisah tanpa tokoh yang berganti dengan alur yang tak jauh berbeda. Walaupun begitu, ku harap kau selalu setia mendengarkan setiap piluku. Aku tak tahu harus membagikannya pada siapa? Dan kau adalah yang paling kupercaya dari siapapun.

Senja…
Kita sama-sama lelah dalam penantian tanpa akhir. Kita sama-sama menangisi sosok yang tak pernah tahu seberapa parah luka kita. Bahkan ia tak bisa merasakan getaran alami yang telah kita ciptakan tanpa sadar.

Senja…
Ku harap kau selalu bersabar menghiasi indahnya cakrawala, karena keindahan pancaranmu membuat lukaku perlahan mongering hingga ia benar-benar sembuh, meski tetap meninggalkan bekas selamanya.

Senja…
Walau kini kita hanya bersama dalam hitungan menit, kau berjanji takkan meninggalkanku bukan? Aku terlalu rapuh menahan beban yang tak seharusnya ku miliki.


 Zatul Omaira