Pelangi Cinta Mama


By : Zatul Omaira 

 “Mama, Siska pokoknya mau ke sekolah!”
“Siska sayang, kamu masih sakit. Mana bisa kamu ke sekolah ! ”.
“Gak ma, Siska bisa. Siska pasti bisa..!!”
“Siska, kamu harus istirahat dulu, nanti kalo udah sembuh baru ke sekolah ya ?”
“Enggak !!! Siska tetap mau ke sekolah, titik!”
“Tapi Siska, kamu masih sakit. Luka di kaki kamu masih basah.”
“Cukup..!! Aku gak butuh perhatian kalian, sekarang aku tuh udah gak bisa apa-apa lagi. Aku cacat!!”
“Siska !! Kamu sadar dong, mama sama kak Fery sayang sama kamu. Kamu tidak cacat adikku. Kamu tetap Siska yang dulu bagi kami.”
“Tidak kak, aku cacat. Aku gak berguna lagi, lebih baik aku mati aja..”
“Istighfar Siska.., Kamu gak boleh ngomong gitu nak.”
~~~
Itulah sepenggal percakapan yang mengawali hari-hari terberatku. Oh iya aku lupa, perkenalkan namaku Siska Ayunda, aku anak bungsu dan punya seorang kakak namanya Ahmad Faryza, tapi aku manggilnya ka Fery.
Sabtu sore itu telah merebut semua kebahagianku. Sore itu aku mendesak ayah untuk menjemputku latihan karate, meski aku tau ayah sangat lelah, aku tetap memaksanya, dan akhirnya ia pun menuruti permintaan putri kesayangannya.
Saat kami dalam perjalanan pulang, hujan turun sangat deras hingga jalanan tampak begitu berkabut. Mobil kami melaju dengan kecepatan normal, tiba-tiba dari arah berlawanan sebuah truk dengan kecepatan tinggi menabrak mobil kami. Saat itu aku berteriak, seolah dunia berputar tujuh keliling, setelah itu semuanya gelap.
Setelah sebulan aku tidur panjang dengan bantuan mesin-mesin yang menyakitiku itu, aku pun terbangun. Ku rasakan nyeri luar biasa di kaki kananku. Aku tak bisa menggerakkanya. Dalam rintih ku panggil mama perlahan. Ia segera datang dan memelukku erat. Ku lihat hanya kak Fery, Mama, om Andy, tante Sinta dan Fany yang hadir, lalu dimana ayah? Dengan perasaan tak karuan kucoba bertanya pada mama. Betapa terkejutnya aku, ternyata ayah meninggal karenaku. Aku menagis sejadi-jadinya, aku tak bisa berhenti menyalahkan diriku sendiri. Aku benar-benar terpukul, terlebih lagi saat ku ketahui kaki kananku harus diamputasi karena lukanya terlalu parah. Remuk redam jiwaku, hancur terurai.
Bersama orang-orang yang terus menyemangatiku, aku mulai bengkit perlahan-lahan. Aku mulai mampu menerima takdirku, meski terkadang emosiku labil tatkala melihat mereka terlalu iba padaku. Aku tak mau dikasihani, aku hanya ingin dipandang seperti dulu, bukan Siska yang cacat.
Setelah kepergian ayah, hidup kami tak semakmur dulu. Uang asuransi dan pensiunan ayah habis untuk biaya pengobatanku, belum lagi untuk biaya sekolah dan kuliah kak Fery, entah darimana kami akan mendapatkannya. Tapai, mama selalu meyakinkanku bahwa Allah memberikan ujian pada hamba-Nya takkan melewati batas mampu.
Kini, mama dan kak Ferylah yang menjadi tulang punggung keluarga. Alhamdulillah, karena kedsiplinan dan kepandaian kak Fery, ia mendapat beasiswa dan akan melanjutkan pendidikannya ke Jepang. Aku sangat sedih, saat kembali harus berpisah dengan orang yang sangat ku sayangi.
Sekarang hanya aku dan mama yang berada di rumah, rasanya sepi sekali. Air mataku selalu jatuh saat akan berangkat ke sekolah  karena harus meninggalkan mama sendirian. Setiap pagi sahabatku Fany selalu setia menjemputku ke sekolah dan ia juga yang mengantarku ke rumah usai sekolah. Fany adalah anugerah Tuhan yang paling ku cintai setelah keluargaku.
“Assalamualaikum, ma..”
“Waalaikumsalam. Kamu udah pulang sayang? Makasih ya Fany, udah nganterin Siska.”
“Iya Bun, sama-sama. Bun, Fany langsung pamit pulang ya, hari ini mama ngadain arisan di rumah, jadi Fany harus bantu mama.”
“Yasudah, hati-hati ya. Oya, besok pulang sekolah kamu harus mampir ya? Salam untuk mamamu..?”
“Iya Bunda, Pasti.”
            Setelah Fany pulang. Aku langsung mengganti bajuku, lalu ke dapur membantu mama.
“Ma, kok mama nyuruh Fany mampir besok? Memang ada apa ma?”
“Gak ada apa-apa kok sayang. Besok mama Cuma mau nyuruh Fany ikut makan siang bareng kita aja. Boleh kan?”
“Boleh dong. Fany kan sahabat aku, masa ga boleh sih?
Oya ma, kak Fery kapan pulang ya? Aku udah kangen banget?”
“Katanya lebaran idul firi nanti, kakakmu baru pulang. Diakan harus ngejar beasiswanya sayang?”
“ Iya sih ma.”
“Yasudah kamu tidur sana, besok telat ke sekolah.”
“Tapi mama belum selesai nih ngaduk adonannya, aku bantuin ya ma, nanti kita tidurnya bareng..”
“Gak usah sayang, ini juga sebentar lagi udah siap. Kamu tidur gih..!”
“Baiklah ma, Good Night.”
“Nite too, honey..” sahut mama sembari mengecup keningku.
            Setelah kepergian ayah, mamalah yang membanting tulang untuk memenuhi kebutuhan hidup kami, juga biaya pengobatan kakiku. Sedangkan kak Fery, seluruh biaya hidupnya ditanggung dari beasiswa itu, tapi ia juga mencari kerjaan sampingan untuk membantu mama.
Terkadang aku sedih, saat melihat mama yang gak pernah nyerah demi aku. Mama begitu lembut, tak pernah ia mengeluarkan kata-kata yang kasar bahkan saat aku begitu labil. Mama selalu setia mendampingi aku, dan terus memotivasi aku. Apapun akan ia lakukan asal aku bisa meraih mimpiku. Saat ini mama membuka usaha katering kecil-kecilan, biasanya tetangga sekitar jika mengadakan acara pasti memesan pada mama.
Mama selalu berusaha membuat pelanggannya puas, bahkan ia rela tidak tidur semalaman, seperti saat membuat kue tart untuk ulang tahun Riza yang dekorasinya sangat rumit. Kadang aku benci pada pelanggan yang super pelit, padahal mama udah nyoba buat persis kayak apa yang dia minta, tapi slalu aja ada alasannya supaya dia bisa bayar murah, dan itulah mama, gak pernah mau berdebat.
Aku selalu punya mimpi untuk bisa bahagiain mama. Aku ingin sekali bisa meringankan beban mama. Tapi, apa daya fisikku ga mungkin bisa wujudkan keinginanku. Namun, aku sadar bahwa Allah selalu membantu hambanya yang kesulitan.
Pernah suatu hari, aku membaca event menulis cerpen tentang mensyukuri kehidupan, hadiahnya memang tidak seberapa, namun bisa membuatku mampu membantu mama sekaligus mengasah kecepanku dalam menulis.
Seharian penuh ku pikirkan ide untuk menulis cerita itu, akhirnya aku mengungkapkan kisahku. Setelah selesai ku kirimkan pada pihak panitia. Sepuluh hari tlah berlalu, ternyata hari ini pengumuman sang juara di terbitkan, aku lupa namun Fany yang memberitahuku bahwa aku memenangkan lomba itu. Ribuan Hamdalah dan syukur ku ucapkan pada Rabbiku, kini langkah pertamaku untuk meringankan mama tlah berhasil. Tinggal tahap selanjutnya.
~~~
“Cie, ibu dokternya cantik kali..”Gurau kak Fery.
“Kakak, bisa aja ah. Jadi malu? Mama mana kak?”
“Tuh, mama!! sambil menunjuk mama.”
            Ya Allah, meskipun wajah mama mulai keriput, ia tetap cantik di balik kerudung dan kebayak hijaunya. Ku peluk mama erat-erat. Kalau bukan karena kegigihannya, mungkin aku gak akan bisa seperti sekarang ini. Meskipun aku cacat, hari ini aku bisa mengenakan baju toga, aku resmi jadi seorang dokter, seperti yang ayah harapkan.
“Kamu cantik sekali, Siska! Selamat ya sayang.”
“Makasih ma, makasih kak Fery. Tanpa kalian mungkin aku bukan apa-apa.”
“Sudahlah! Ini hari bahagia, gak boleh ada air mata setetes pun.., tiba-tiba om Andy dan tante Sinta datang bersama.”
“Benar Siska, mana senyumnya?, lanjut Fany.”
“Nih…, kataku sambil tersenyum lebar.”
            Semua bahagia hari itu. Kak Fery sekarang menjadi manajer di salah satu perusahaan softwere terbesar di kota kami. Fany menjadi dosen Biologi di salah satu Universitas negeri terkenal, sesuai cita-citanya. Dan aku kini menjadi seorang dokter, seperti janjiku, kan ku abdikan seluruh jiwa dan ragaku untuk mereka yang membutuhkannya.
            Terimakasih untuk semua yang selalu mensupportku. Yang selalu menyayangi aku tanpa memandang kekuranganku. Dan untukmu mama, kaulah pahlawanku, tanpamu dan ayah aku tak mungkin terlahir ke dunia ini. Karena ketabahan dan kegigihanmulah aku mampu seperti ini. Maafkan semua kesalahanku ma, aku janji akan membahagiakan mama, meski ku tau apapun yang ku lakukan tuk membahagiakanmu takkan pernah bisa membalas pengorbananmu untukku. Pelangi cintamu kan selalu membentang indah di cakrawala menemaniku menapaki hidup.



*** Sebuah kisah yang kudedikasikan untukmu yang selalu ku cintai "MAMA"***



Tidak ada komentar:

Posting Komentar