Musim Gugur dan Kenanganku

Suasana musim gugur benar-benar indah. Menikmati lembutnya sapaan angin senja sembari menyaksikan romantisnya kepulangan sang mentari. Semua yagng membuat suasana hati kian membaik.
“Nara, ini sudah hampir waktunya shalat magrib, mari kita kembali ke penginapan!!”
“Astagfirullah, yuk Rin!!”
            Berat rasanya meninggalkan detik-detik kepergian sang surya, namun panggilan Illahi jauh lebih berat untuk kutinggalkan. Sesampai di penginapan, aku dan Airin langsung menunaikan kewajiban kami. Setelah selesai, kami kembali hanyut dalam aktivitas masing-masing.
Aku dan Airin adalah mahasiswa di Universitas Seoul. Kami sedang menikmati liburan sembari menyelesaikan penelitian di Pulau Jeju. Pulau Jeju merupakan tempat wisata panas yang booming dengan atraksi yang unik, tempat matahari terbit dan terbenam yang romantis dengan iklim ringan dan pantai berpasir yang indah.
Sudah lama aku bermimpi untuk menyaksikan matahari terbit dan terbenam di Pulau ini dengan seseorang. Namun, Illahi telah mewujudkan mimpiku, walau tidak seutuh yang kumau.
@@@
            Pagi ini kondisi tubuhku sangat tidak mendukung untuk melakukan penelitian di sekitar lereng Gunung Halla. Airin menyarankan agar aku beristirahat. Aku pun mematuhinya.
            Dalam pejam singkatku, ada segenap cerita menghampiri relung asa. Aku sedang menikmati desiran ombak yang mengagumkan. Tiba-tiba mataku menatap tajam ke arah seseorang di ujung utara. Aku mengenal sosok bertubuh jangkung dengan kacamata minusnya itu. Jantungku seolah berhenti berdetak ketika ia berjalan menghampiriku.
“Assalamu’alaikum..”, sapanya.
Aku masih kaget dengan kedatangannya. “Wa.. aa..laikumsalam”, jawabku tergagap.
“Afwan, kamu Nara ya??”
“Geurae, nan Nara imnida…”
“Syukurlah, saya tidak salah orang. Bisakah kita berbicara dengan bahasa kebanggaan kita?”
“Tentu saja akh..”, jawabku sambil tersenyum. (Aku sengaja menjawab dengan bahasa ini, agar aku dapat menyembunyikan keteganganku padamu). “Oh iya, kenapa anda bisa mengenal saya?”
“Maaf. Saya lupa, kenalkan saya Dhafi. Kita pernah satu tim ketika mengikuti seminar tentang penghijauan beberapa bulan yang lalu. Apa anda lupa?”
“Masyaallah, saya baru ingat, akh. Maafkan saya??”
“Tidak masalah. Kalau boleh tahu, apa yang anda lakukan di sini?”
“Emm... saya sedang melakukan penelitian untuk tugas akhir, tetapi hari ini kondisi tubuh saya kurang fit, jadi tidak bisa melanjutkannya, anda sendiri?”
“Masyaallah, syafakillah ya Ukhti!! Saya sedang mengikuti sebuah seminar. Baiklah ukhty, saya harus kembali, semoga selalu dalam lindungan Allah.”
“Aaamiiin. Terimakasih Akh!!”
            Ia berlalu. Aku masih menatap sosoknya, berharap ia berbalik dan menatap sosokku pula. “Astagfirullahal’azim, apa yang kamu pikirkan Nara?”, hatiku berkecamuk. Kucoba tepiskan angan bodohku itu. “Ampuni hamba-Mu ini Rabbi??, ucapku dalam diam.
@@@
“Nara.. Nara.. bangun Nara..!! Ini Sudah subuh.”
Aku membuka mataku perlahan. Di balik silaunya cahaya lampu kamar, kulihat sosok berparas ayu sedang menatapku cemas ; Airin. Aku bangun dari tidurku dan mendesah, “Astagfirullah, ternyata cuma mimpi!!”.
“Ra, gwaenchanheun gayo?”
“Gwaenchanta!! Ini udah jam berapa? Kamu udah lama pulang Rin?”
“Iya, sama-sama. Jam 5 pagi. Aku pulang jam sembilan semalam. Absen dua rakaat dulu yuk, setelah itu kita packing.”
“Jadi, aku tidurnya lama banget donk. Terus aku gak shalat dhuhur, ashar, magrib, dan isya?? Kok kamu gak banguni aku??
“Maaf Ra. Tapi aku gatau, kukira kamu baru tidur satu jam yang lalu. Yasudah yuk kita subuh dulu???”
“Baik Rin!”, ucapku sembari melangkah dari tempat tidur.
@@@
Sebelum benar-benar akan meninggalkan Jeju, kutatap lekat-lekat hamparan biru yang menyejukkan. Ada kemelut di hati yang tak mungkin kuungkapkan pada semesta. Beberapa kata yang telah lama menanti ditorehkan pada lembutnya pasir putih, dan puncahan kerinduan yang membeku.
Aku masih mengingat percakapan hangat dalam mimpiku dengan sosok ikhwan bertubuh tinggi dan berkacamata itu. Tidak bisa kupungkiri bahwa aku menyimpan perasaan padanya.
Mungkin saja mimpi itu akibat kerinduanku yang telah membuncah. Mungkin saja batinku tak sanggup lagi menampung butiran-butiran sendu itu. Namun, apa yang dapat kulakukan. Aku hanya bisa menatapnya dari jauh. aku hanya bisa berinteraksi dengannya dalam mimpi yang seharusnya tak pernah datang.
Tetapi, semua yang kualami telah tertulis dalam skenarionya. Meskipun berat, akan kubiarkan rasa ini tertinggal di hatiku. Biarlah ia itu tumbuh dan mengalir sesuai scenario dari Illahi.
Di sini, bersama nyanyian camar dan gerutan pelangi membelah bumi, kutitip cintaku, rinduku, dan kenanganku. Kujadikan musim gugur ini sebagai waktu terindah yang pernah kumiliki dalam hidupku.
“Ne, yeojaneun yakhaeyo dokhan cheokhaedo. Swipge chueogeul itgo saragaji motaeyo. Geuleona, naneun haengbog haeyo”
My sweet room, 21.01
Korea, I’m in love …
Zatul Omaira

NB :
*Geurae : Benar
* Gwaenchanheun gayo : Apakah kamu baik-baik saja?
* Gwaenchanta : Tak apa-apa
*Ne, yeojaneun yakhaeyo dokhan cheokhaedo : Iya, wanita itu lemah meskipun mereka berpura-pura terlihat kuat.
* Swipge chueogeul itgo saragaji motaeyo : Mereka tak dapat hidup dan melupakan kenangan dengan mudah
* Geuleona, naneun haengbog haeyo: Tetapi, aku bahagia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar