“Setiap
orang termasuk aku pasti pernah memikirkan kalimat andai aku menjadi…..!!!!”
Andai,
kata yang selalu terucap dari sudut bibir yang membeku. Ya, andai. Sampai
kapanpun kata itu akan tetap menjadi sebuah harapan, kecuali Tuhan menyatukan
takdir dan doa dalam impian nyata, maka andai tak lagi menjadi andai.
Pernah
suatu hari, sebuah imajinasi aneh terlintas dalam benakku, “andai aku menjadi
bulan”. Andai saja aku diciptakan menjadi bulan. Betapa bahagianya raga ini.
Saat purnama terpancar indah menghiasi lukisan malam, semua mata tertuju
padanya.
Meski
hanya dalam waktu yang singkat, keanggunannya terkenang sepanjang waktu.
Purnama tergambar bahagia dalam jejaknya. Bagaimana tidak? Meski untuk bertemu
mentari ia harus menunggu begitu lama, namun ketenangannya dalam menyimpan
sejuta kegelisahan, kehebatannya menerangi pekat malam adalah motivasi
pembangkit jiwa bagiku.
Tapi,
aku sadar. Seindah apapun sang rembulan, sehebat apapun ia. Menjadi diriku
sendiri adalah yang terbaik. Aku tahu, Tuhan tak mungkin meyiapkan scenario
takdir hamba-Nya dengan script penuh air mata. Hanya ada luka. Tentu saja
tidak.
Kasih
sayang-Nya jauh berbeda dengan kasoh hamba-Nya. Jika bahagia bersama mereka
adalah tawa, tapi bahagia dengan-Nya adalah luka. Luka yang sangat kunikmati,
luka yang pada waktunya berubah menjadi anggrek nan wangi.
Meski
terkadang aku membenci diriku sendiri. Aku muak dengan kehidupanku, aku jenuh
dengan masalah yang datang bertubi-tubi. Merasa seperti hidup dalam jerami,
pengap dan menyesakkan. Semata-semata karena emosionalku yang sulit di
stabilkan. Remaja labil.
Setelah
semua ku lalui. Setelah berhari-hari ku renungkan, betapa tak bersyukurnya aku?
Rabbi telah memberikan kesempurnaan lahir batin bagiku, sedang aku tak pernah
mensyukurinya.
Ku
tatap kembali gadis kecil di kursi roda itu. Meski ia tak bisa memandang
indahnya rembulan. Tak pernah mendengar merdunya nyanyian jangkrik. Dan tak
pernah bisa mengungkapkan laranya pada semesta, ada satu hal yang tersemat baik
pada dirinya. Ya,, senyum tulus yang tak pernah kutemukan pada diriku.
Rabbi,
maafkan aku yang sulit mensyukuri nikmat-Mu. Ampuni aku yang tak pernah puas
dengan rahmat-Mu. Rabbi, betapa malunya aku yang tak pernah bisa mengendalikan
rasa cinta pada-Mu agar tak berbaur dengan cintaku pada ciptaan-Mu. Rabbi,
jadikan aku sebagai bagian dari bidadari surge-Mu agar kelak kutemukan pangeran
impian hati ini.
Seperti
apapun keadaan menjepit, aku akan tetap menjadi aku. Aku adalah aku yang takkan
pernah menjadi siapapun. Aku yang tak sama dengan mereka, aku yang hanya pada
diriku. I love my self so much!!!!!
22.55/180913
Untuk mimpiku
Zatul Omaira
Tidak ada komentar:
Posting Komentar