Senja…
Hari
ini sangat melelahkan, aku kehabisan seluruh energiku hingga untuk bernapas
saja rasanya tidak lagi memiliki daya. Ah, aku terlalu lebay mungkin, tapi
itulah kenyataan keras yang sedang kuterima dan harus kuhadapi.
Senja…
Andai
saja hanya badan dan fikiranku yang lelah, mungkin aku tak akan sedepresi ini.
Tapi, hatiku juga ikut lelah, sangat-sangat lelah, sepertinya mati akan lebih
baik. Betapa tak bersyukurnya aku ini?
Senja…
Ini
adalah pertemuan ketiga kita sejak aku memilihmu sebagai pengobat luka terbaik,
nyatanya belum ada yang berubah pada sakitku. Masih ada darah yang mengalir
keras di sana. Masih ada sakit yang teramat di dalamnya.
Senja…
Aku
jenuh dengan hidupku yang sepertinya tidak memiliki celah untuk bahagia. Aku
memang tertawa, tak pernah ada air mata, aku jarang mengeluh pada mereka, aku
selalu berusaha ceria, seceria yang kumau, tapi nyatanya jauh dalam diriku, aku
menangis, aku terluka dengan keceriaan yang sengaja kuciptakan.
Senja…
Tak
mungkin kau tak tahu seberapa besar luka yang tergores di jiwaku. Tak mungkin
kau tak mengerti seberapa banyak usaha yang kulakukan tuk melupakan segalanya,
membangkitkan semangat agar mampu kuhapus semua kenangan buruk itu, tapi…. Aku
semakin terpuruk.
Senja…
Bagaimana
caranya agar aku bisa melewati rintangan ini? Aku sadar, apa yang sedang Tuhan
ujikan padaku memang tidak bisa dibandingkan dengan penderitaan mereka yang
kehilangan kecintaannya, tapi ini jauh lebih menyakitkan. Saat aku sudah
berhasil menghindari bayangnya, mereka terkadang tanpa sengaja bahkan ada yang
sengaja menyebutnya, itu perih, seperti teriris, nyaris mematikan saraf-saraf
perasaku.
Senja…
Andai
dia bertanya seperti apa rasanya diabaikan? Bantu aku menjawabnya, katakanlah
bahwa rasanya diabaikan itu “seperti yang
ia rasa, sama seperti yang kurasa”, sangat sakit dan sangat memuakkan, tapi
sulit dibenci, tak bisa membenci.
070913
Zatul
Omaira
Tidak ada komentar:
Posting Komentar