Sabtu Petang #3


Senja…
Hari ini sangat melelahkan, aku kehabisan seluruh energiku hingga untuk bernapas saja rasanya tidak lagi memiliki daya. Ah, aku terlalu lebay mungkin, tapi itulah kenyataan keras yang sedang kuterima dan harus kuhadapi.
Senja…
Andai saja hanya badan dan fikiranku yang lelah, mungkin aku tak akan sedepresi ini. Tapi, hatiku juga ikut lelah, sangat-sangat lelah, sepertinya mati akan lebih baik. Betapa tak bersyukurnya aku ini?
Senja…
Ini adalah pertemuan ketiga kita sejak aku memilihmu sebagai pengobat luka terbaik, nyatanya belum ada yang berubah pada sakitku. Masih ada darah yang mengalir keras di sana. Masih ada sakit yang teramat di dalamnya.
Senja…
Aku jenuh dengan hidupku yang sepertinya tidak memiliki celah untuk bahagia. Aku memang tertawa, tak pernah ada air mata, aku jarang mengeluh pada mereka, aku selalu berusaha ceria, seceria yang kumau, tapi nyatanya jauh dalam diriku, aku menangis, aku terluka dengan keceriaan yang sengaja kuciptakan.
Senja…
Tak mungkin kau tak tahu seberapa besar luka yang tergores di jiwaku. Tak mungkin kau tak mengerti seberapa banyak usaha yang kulakukan tuk melupakan segalanya, membangkitkan semangat agar mampu kuhapus semua kenangan buruk itu, tapi…. Aku semakin terpuruk.
Senja…
Bagaimana caranya agar aku bisa melewati rintangan ini? Aku sadar, apa yang sedang Tuhan ujikan padaku memang tidak bisa dibandingkan dengan penderitaan mereka yang kehilangan kecintaannya, tapi ini jauh lebih menyakitkan. Saat aku sudah berhasil menghindari bayangnya, mereka terkadang tanpa sengaja bahkan ada yang sengaja menyebutnya, itu perih, seperti teriris, nyaris mematikan saraf-saraf perasaku.
Senja…
Andai dia bertanya seperti apa rasanya diabaikan? Bantu aku menjawabnya, katakanlah bahwa rasanya diabaikan itu “seperti yang ia rasa, sama seperti yang kurasa”, sangat sakit dan sangat memuakkan, tapi sulit dibenci, tak bisa membenci.


070913
Zatul Omaira

Tidak ada komentar:

Posting Komentar