Kamu,
sosok yang selalu hadir dalam mimpiku. Memelukku ketika dingin menyusup ke
sumsum tulang. Mencairkan bekuan air mata yang menggunung, dan tentunya
meninggalkan luka yang sulit disembuhkan.
Kita telah melewati beberapa minggu
setelah aku benar-benar jatuh hati padamu. Hari, jam, menit, bahkan detik
dimana kamu mengajukan pertanyaan aneh itu, aku masih mengingatnya. Semua yang
terjadi di hari itu, aku tak bisa melupakannya sesaat pun.
Sebuah percakapan yang (mungkin) tidak
berarti bagimu, tapi aku sangat merindukannya. Kamu tak (pernah) tak tahu
seberapa senangnya hatiku ketika melihat pesan singkat darimu. Aku terpaku
menatap sederatan huruf yang tersusun rapi itu. Bahkan, aku gugup ketika
menjentikkan balasan untukmu.
Beberapa saat lamanya kita saling
hanyut dalam percakapan singkat hari itu. Ada yang berubah darimu, tapi aku tak
dapat menangkapnya. Aku hanya mengira semua yang tertulis adalah bagian dari
selera humor yang sudah mendarah daging dalam dirimu. Yang kutahu menggombal
adalah hobimu sejak “komedi raja gombal” merajai kehidupan remaja.
“Kapan
kamu bersihin hati aku?” Ahh, kalimat itu, jika mengingatnya aka nada seulas
senyum yang terlukis di wajahku. Namun, senyum itu seketika memudar mengingat
perjuanganku menanti penjelasanmu yang bahkan tak kau hiraukan.
Pertanyaan
terakhirmu yang kubalas dengan sebuah pertanyaan yang belum kau jawab hingga
saat ini, mungkinkah itu sinyal dari perasaanmu?? Ataukah hanya basa-basi yang
sengaja kau ciptakan untuk menarik perhatianku?? Kamu belum menjawabnya.
Mungkin, suatu hari nanti akan kau jawab, aku meyakini hal itu.
“Mr.
Red, masihkah syaraf-syarafmu berfungsi dengan baik?” Kalimat tanya itu telah
lama bersemayam di bilik nuraniku. Entah kapan aku memiliki keberanian yang cukup
agar mampu mempertanyakannya padamu. Agar aku bisa meluapkan segala kepedihan
yang kupeluk sendiri. Namun, aku percaya bahwa akan ada saatnya, akan ada
waktunya.
Aku
ingin membencimu, tidak!! Seharusnya aku memang membencimu, tapi rasa kagum
yang dianugerahkan Tuhan mengalahkan semuanya. Aku rela tertatih sambil memeluk
luka demi kamu. Iya, kamu yang selalu menghantui hidupku.
Hmm…
kamu tahu?
Kamu
adalah orang pertama yang menciptakan getaran aneh itu pada diriku. Kamu juga
yang pertama kali membuat ledakkan dahsyat dalam hidupku. Dan kamu pula yang
membuatku rela meneteskan air mata karena pedih yang tak terkira. Dan kamu
adalah orang pertama yang menghadirkan bunga-bunga cinta dihidupku.
Sayangnya,
aku (sepertinya) sedang memperjuangkan orang yang salah. Aku terlalu percaya
diri pada penjelasan mereka bahwa kamu juga menyimpan rasa padaku. Aku salah
menilai maksud dari percakapan kita. Aku sendiri yang menanam luka itu, namun
kau juga membantu menyuburkannya dengan kehadiranmu, dengan pengabaianmu tentunya.
Meskipun
aku telah berjanji untuk melupakanmu, aku belum bisa menepatinya. Karena
melupakan cinta pertama butuh waktu (mungkin) seumur hidup. Aku tak bisa
memastikan ketepatannya, bahkan mungkin aku masih mengingatmu ketika telah
memiliki seseorang yang lebih baik.
271013/21.05
Untuk perjuangan
yang diabaikan…
Zatul Omaira
Tidak ada komentar:
Posting Komentar