Untuk : Illahi
di singgasana-Mu
Aku bingung harus memulai darimana.
Apa yang harus kukatakan terlebih dahulu? Tetapi, di sini, dalam rintihan hati
aku menulis sederet kalimat untuk-Mu Rabbi-ku. Aku malu menyampaikan semua ini
padamu. Namun, keadaan membuatku mau tak mau harus meneruskan surat ini
pada-Mu.
Dalam sujud malam, selalu ada air
mata yang terbuang sia-sia mengingat diriku yang tak seberuntung mereka. Air
mata yang bahkan tak pantas kubiarkan mengalir dihadapan-Mu. Aku tahu, ini
bukan kesengajaan yang Kau berikan untukku. Tetapi, siapapun, hamba-Mu yang tak
berdaya sepertiku pasti pernah berkeluh atas kehendak-Mu.
Rabbi…
Aku tak ingin menyalahkan siapapun, karena memang tak ada yang bersalah atas takdirku. Meskipun terkadang, orang tuaku menangis dan meminta maaf padaku, mereka merasa bersalah dengan fisikku yang penuh kekurangan. Namun, ini bukan salah mereka, juga bukan salah takdir-Mu.
Aku tak ingin menyalahkan siapapun, karena memang tak ada yang bersalah atas takdirku. Meskipun terkadang, orang tuaku menangis dan meminta maaf padaku, mereka merasa bersalah dengan fisikku yang penuh kekurangan. Namun, ini bukan salah mereka, juga bukan salah takdir-Mu.
Aku tahu, bahwa di dunia ini memang
tidak ada yang sempurna. Bahkan kekasih-Mu pun tak memiliki takdir sesempurna
yang ku mau. Tidak ada yang selama hidupnya selalu tersenyum, juga tidak ada
manusia yang tidak memiliki masalah, namun aku merasa masalahku terlalu besar.
Bebanku terlalu berat.
Terkadang, aku muak melihat diriku.
Aku yang hanya bisa mendengar percakapan mereka. Aku yang hanya bisa
menggerakkan jemariku untuk menemukan sesuatu yang baru. Aku yang hanya bisa
mengangguk dan menggeleng untuk member sebuah jawaban. Aku yang hanya bisa
mengingat angka 1-10 saja. Aku dengan wajah memelas penuh iba, aku yang selalu
menjadi perhatian banyak orang (kasihan), aku yang selalu meneteskan air pada
sepasang mata kedua malaikatku.
Illahi…
Mama selalu mengatakan padaku,
bahwa Tuhan tidak pernah menguji hamba-Nya di luar kemampuan mereka. Seberat apapun
sebuah ujian, itu adalah pertanda betapa besarnya cinta-Mu untuk kami. Aku tahu
itu, aku mengerti, tetapi, sebagai seorang manusia bukankah pantas jika aku
berkeluh??
Illahi…
Memang, saat ini, dengan kondisiku
yang mengundang air mata, terkadang tertawaan dari mereka. Aku bisa menggapai
apa yang mereka inginkan. Kau menunjukkan kekuasaan-Mu. Namun, tidak
semata-mata itu membuatku bahagia. Meski di luar sana banyak yang termotivasi
atas kesuksesanku, namun masih juga banyak yang mencemooh kekuranganku, merendahkan
aku yang tak sempurna.
Illahi…
Sekarang aku sadar. Jika aku tak
berbeda, aku tak akan pernah bisa menggapai bintang-bintang itu. Jika aku tak
berbeda, mungkin aku takkan pernah bisa merasakan pelukan-Mu yang sedemikian
hangat. Jika aku tak berbeda, mungkin akan banyak kesombongan yang
menyelimutiku, dan jika aku tak berbeda, mungkin aku takkan pernah bisa
merasakan bahagia yang sesungguhnya, bahkan aku takkan pernah tahu seperti apa
kehidupan yang sesungguhnya.
Perbedaan mungkin tak lagi tabu. Karena
perbedaan tidak selalu membawa luka. Kesempurnaan pun akan terlihat semakin
rapi, jika ia terbentuk dari pertemuan sepasang kekurangan yang Sali
melengkapi.
Illahi…
Maafkan aku atas keluhku. Maafkan
aku yang tidak pernah bisa mensyukuri nikmat-Mu. Ampuni aku yang selalu menutup
mata pada anugerah-Mu. Jika Kau murka atas segala kelakuanku, hukumlah aku,
biarkan aku merasakan pedihnya kesombongan. Tetapi, jika masih ada pintu maaf
dari-Mu, izinkan aku bersujud erat mengais maaf-Mu, memohon ampun-Mu, dan
memeluk ridha-Mu…..
Shafar penuh berkah
Titip rinduku untuk Illahi….
*Sebuah
surat yang saya tulis ketika terinspirasi dengan kehebatan mereka. Usaha dan
kerja keras, serta kesabaran yang bahkan tak pernah ada dalam diriku. Saya
salut dengan keberanian mereka, saya iri atas perjuangan mereka, saya malu
karena tak pernah bisa bersabar ketika banyak msalah menghampiri, saya minder
dengan kekuatan mereka…. :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar