Terjebak Nostalgia


“Lagi.. lagi.. dan lagi..!!”, sebaris kalimat yang ku tulis ketika aku menyadari ada yang berubah pada diriku. Ada ruang kosong yang yang kini telah di tempati sesosok manusia yang sedang berbicara padaku dengan sederetan huruf yang terketik rapi di monitorku. Semuanya mulai berubah sejak detik itu, namun kebahagiaan yang kuharap kedatangannya hanyalah semu belaka. Tipu muslihatmu untuk mematahkan sayap-sayapku.

Saat aku menulis ini, di luar sana jangkrik, katak, bahkan cacing sedang bernyanyi riang gembira. Akan ada suatu gerangan yang membuat mereka begitu bersemangat, entah itu hujan deras, atau mungkin kemarau panjang kan menghampiri, hanya Tuhan yang tahu. Dan disaat yang sama pula, air mata ini tak bisa berhenti mengalir. Bukan hanya satu alasan, tetapi beribu alasan membuatnya terus terjun begitu deras. Sederas aliran darah yang mencurat pada luka penderita hemophilia.

Ada seseorang yang telah lama ku kenal. Seseorang yang selalu ada kala suka maupun duka. Dia yang sangat memahami inginku, dia yang selalu terjaga menemaniku yang terlelap dalam kenangan. Dia yang lebih mengenalku dibandingkan diriku sendiri.

Saat dia tahu, bahwa aku telah menyimpan sepotong rasa padamu, ada gurat kecewa yang terlukis jelas di wajahnya. Meskipun ia berusaha menyembunyikan luka itu di balik senyum ketegarannya, aku masih bisa merasakan getar perih di hatinya. Dia, dengan tulusnya terus menyemangatiku, membuatku tersenyum dan merasa nyaman.

Lambat laun, ketika aku menyadari bahwa rasa ini hanya bertepuk sebelah tangan, kutumpahkan semua amarah yang bergejolak padanya. Dan lagi, dia ada untukku. Dia setia mendengar pengakuan bodohku, dia memberiku tissue, dan mengusap punggungku. Dia datang menghapus lukaku.

Setelah semuanya normal. Setelah aku menemukan senyumku kembali. Ia datang dengan setangkai mawar di tangannya. Tersenyum sumringah padaku, mendekat dan memberikan bunga itu untukku. Dia membuat pengakuan yang tak pernah kubayangkan. Meskipun, sejak awal aku tahu ada rasa yang terselip dalam persahabatan kami.

Namun, aku harus mematahkan hatinya. Aku menghancurkan ketegarannya. Aku membuatnya seolah tak ingin lagi menghadapi dunia. Aku tahu aku bersalah, tetapi hati ini masih terpaut pada cinta sepihakku (kamu). Aku terjebak nostalgia denganmu, hingga aku melupakan malaikatku. Aku menyakiti penolongku. Aku menghancurkan semua benteng pertahanannya. Dan aku hanya terdiam dalam rintihan air mata melihat keterpurukannya.

Ini bukanlah pertama kali aku menolaknya. Aku telah melakukan hal yang sama selama ini dengan alasan yang bahkan aku pun tak dapat memahaminya. Tetapi, saat ini adalah puncak kehancurannya. Alasan yang tak pernah dapat diterima oleh siapapun yang tahu cinta diam-diamku “aku hanya ingin sendiri” (karena aku mengharapkanmu). Aku yang menguraikan tubuhnya dengan kebodohanku.

Andai aku bisa memilih, tentu saja aku akan memilih untuk mencintainya. Aku akan menemukan kebahagiaan sejati dengannya. Namun, takdir tak pernah mengizinkanku. Dan entah kenapa, rasa cinta ini bertaut padamu yang tak pernah peduli dengan keadaanku.

Tetapi tetap saja, cinta itu tak pernah memandang bulu. Meskipun ia hancur karenanya, akan sangat sulit untuk melepaskan cinta begitu saja. Sama seperti yang kulakukan untukmu, dan seperti yang dia perlihatkan padaku.

Aku terjebak nostalgia denganmu, hingga tidak bisa membuka mata dan hati ini pada yang lain, meskipun mungkin jika kamu tahu, kamu akan mendesakku untuk melakukannya, seperti yang kukatakan padanya. Tapi, ini cinta. Ini perasaan yang bukan ku ciptakan sendiri, ini rasa yang di beri Tuhan, agar kau tahu seberapa berharganya seseorang.

Kini, aku dapat merasakan seperti apa lukanya. Kami merasakan hal yang sama. Kami menangis bersama. Kami tertawa bersama (dengan luka), dan kami saling menyemangati satu sama lain. Namun, kami tidak bisa memastikan sampai kapan akan mampu bertahan dalam kondisi seperti ini. Kami tidak pernah bisa memperkirakan apakah kondisi hati akan selalu kondusif. Semua kembali pada scenario Tuhan.

Mungkin saat ini, aku harus tertatih menanggung cinta sepihak ini. Seperti ia yang juga jenuh menjaga cinta sepihaknya. Namun, ketika suatu saat nanti semuanya berbalik. Aku akan mencintainya ketika ia memilih yang lain, dan kamu (mungkin) akan mencariku ketika aku mengejarnya, semua ini mungkin saja terjadi. 

Kehidupan selalu diibaratkan seperti sebuah roda,  jika hari ini aku berada di bawah dengan lukaku, bisa saja esok kau terjatuh dalam tawamu dan bangkit bersama lukamu. Semuanya bisa terjadi, ketika kehendak-Nya sudah final.

Tetapi, aku tak ingin akhir yang mengecewakan. Seberapa besarpun usaha yang harus kulakukan, akan kulakukan, akan kugunakan segenap daya dan energy yang kumiliki untuk menghapus bayangmu, untuk meyakinkan hati pada ketulusannya.

Tulisan ini, cerita ini, dan kisah ini, cukuplah aku dan Tuhan yang tahu. Kau tak perlu berpartisipasi dalam usaha penyembuhan hatiku, cukuplah berbahagia dengan pilihanmu, dengan apa yang kau miliki saat ini. Bila saat ini aku masih terjebak dalam ruang nostalgia bersamamu, bukan berarti aku hanya akan berdiam diri dalam luka, aku juga akan mengejar kebahagiaanku. Aku pasti menemukannya dan memeluknya dengan lenganku sendiri.

Terinspirasi dari lirik lagu Raisa : Terjebak Nostalgia
Akan ada suatu cahaya yang menerangi gelapnya gerhana…
211213 | 18.00
Mengantar kepergian senja
Zatul Omaira

Tidak ada komentar:

Posting Komentar