Kaulah Kamuku

Mengagumi adalah hal sederhana. Namun, semuanya menjadi pelik ketika rasa kagum itu berubah menjadi cinta. Aku tak pernah membayangkan akan jatuh cinta pada sosoknya. Ia terlalu sederhana untuk kucintai. Ia bahkan bukan tipikal pria idamanku, ia tak romantis seperti para actor Hallyu yang kugilai, ia terlalu sederhana. Tapi, ia istimewa dengan caranya.
 
Mencintai tak butuh banyak hal, hanya memerlukan hati yang siap terluka. Aku sudah siap dengan segala risikonya, termasuk terluka. Lelaki itu bukanlah sosok yang perhatian pada wanita, ia terlalu bodoh untuk melakukan hal itu. Satu-satunya yang membuatku dekat dengannya adalah selera humornya yang baik dan kegemaranku bercanda. Ia seniorku di sekolah. Aku merasa ia memiliki kepribadian ganda. Bagaimana tidak, jika kami bertemu di sekolah ia bersikap seakan kami tak saling mengenal, sedang di dunia maya sikapnya seratus delapan puluh derajat berbeda, ia seolah telah berteman lama denganku.

Saat itu adalah bulan ramadhan. Aku baru saja pulang dari sekolah untuk mengikuti kegiatan pesantren kilat. Sedang ia telah lulus dari sekolah. Tiba-tiba sebuah pesan masuk di handphoneku, ternyata darinya. Seperti biasanya kami hanya saling mencandai satu sama lain, karena terlalu penat aku tak sengaja tertidur. Ketika bangun tidur kudapati sebuah pesan darinya, aku tak menyangka ia akan bertanya hal yang selama ini bahkan tak pernah terpikirkan olehku. Aku tak menjawab pertanyaan itu, aku malah bertanya maksudnya bertanya demikian. Sayang, ia tak pernah membalas pesanku. Sejak saat itu hingga kini tak ada lagi komunikasi di antara kami. Aku tak tahu penyebabnya, namun satu hal yang kucatat bahwa sejak hari itu aku mulai mencintainya.

*** 

Setelah tiga tahun tak pernah bertemu. Hari ini aku kembali melihat wajah itu. Wajah yang selalu menghantui malamku. Ia telah banyak berubah, hanya senyum manisnya yang masih tersisa indah. Aku ingin menyapanya, tapi aku tak punya keberanian yang amat besar. Aku hanya menatapnya dari balik tembok, memperhatikan dengan seksama lengkungan wajahnya. Sedetikpun tak kulepas pandanganku darinya.  Ia membuatku lupa pada seseorang yang kini memiliki hatiku.

“Niza…?” panggilmu. Aku terbelakak tak percaya; terkejut. “Hei, kok bengong??” kau menepuk bahuku.
Aku tersadar dari lamunanku. “Eh.. kak .. Farhan…” jawabku terbata-bata. “Kenapa aku malah ngelamun di depan dia? Kenapa aku gugup? Sungguh menyebalkan..!!” rutuku dalam hati.

“Apa kabar kamu? Udah lama yaa enggak ketemu. Kuliah dimana sekarang?” tanyamu memecah kesunyian yang menderaku.

“Aku baik kak. Sekarang aku sedang di sastra UI. Kakak sendiri bagaimana?”

“Seperti yang kau lihat sekarang. Oh ya, ada yang ingin kubicarakan denganmu, bisa kita ke tempat yang agak sepi??” ajaknya.

“Baiklah..” jawabku singkat. Aku mengikutinya, hatiku berdebar. “Apa yang ingin ia sampaikan, mungkinkah…? Ahh tidak mungkin..!! Ayo Niza positif thinking…” gumaku dalam hati.

Ia mengajakku ke taman belakang. Tak ada orang lain sana, hanya aku dengannya.  “Za, maaf jika aku mengatakannya sekarang. Sebenarnya aku menyukaimu sejak tiga tahun lalu, saat kita masih sekolah. .” ia mengatakannya perlahan.

Aku terkejut mendengar pengakuannya itu. Sungguh di luar dugaan. “Ke..kenapa sekarang baru kau katakan kak?” tanyaku menyembunyikan kepedihan.

Ia menghela napas, melempar pandangannya pada langit yang mulai memerah. “Aku tak berani mengatakannya dulu, karena aku takut akan mengganggumu..”

“Menggangguku? Apa maksudmu?” aku semakin bingung di buatnya.

“Aku tak ingin merusak hubunganmu dengan pacarmu…”

“Pacarku? Aku tak pernah pacaran …” jawabku polos.

“Lantas, status-status facebookmu itu untuk siapa? Apa kau hanya iseng menulisnya?” wajahnya sangat serius.

Lagi-lagi ia membuatku terkejut. “Tuhan, ternyata ia juga melakukan hal yang sama sepertiku..” batinku tak percaya. “Kenapa kau bertanya kak? Kau benar-benar tak tahu siapa dia?” geramku.

“Bagaimana aku tahu jika kau tak memberitahuku..??” suaranya meninggi.

“Itu kau kak!!! “Kamu yang selalu kusebut dalam tulisanku adalah kau…!!!” kali ini air mataku tak bisa lagi diajak berkompromi.

Ia menatapku tak percaya. “Kau tak bercandakan Za? Kenapa kau tak memberitahuku??” bentaknya.

Ia membuatku ketakutan. Aku tak menyangka akan menghadapi hari seperti ini. “Jawab aku Za, jawab aku..!!” desaknya. Aku masih bergeming. Berusaha mengumpulkan kekuatanku yang hilang entah kemana. Beberapa saat kubiarkan angin membelai pipiku, kutarik nafas dalam-dalam, “Ini bukan saatnya bermelow Niza..!!” jeritku dalam hati. “Bagaimana mungkin seorang gadis sepertiku berani mengungkapkan perasaannya pada seorang lelaki? Bahkan kau yang lelaki pun tak mampu melakukannya bukan?”.

“Tapi aku amat terluka karenamu…” lirihmu.

“Lalu kau kira aku tidak terluka? Lukaku lebih dalam darimu kak. Hari itu pertanyaan konyolmu yang tak pernah memberiku penjelasan telah membuatku diam-diam mencintaimu. Kau tahu, aku selalu menatapmu dari kejauhan, tapi kau tak pernah menyadarinya. Setiap kali hujan turun, aku selalu merinduimu, lantas aku hanya berani menangis dalam diam. Bahkan, aku hanya bisa menggigit bibir menahan perih saat kulihat bahagianya dirimu berfoto dengan seorang wanita. Namun, aku sangat bahagia meski hanya bisa menyentuh wajahmu di layar monitorku..” suaraku parau tercekat tangis.

“Ma.. maafkan aku Za. Aku sungguh tak tahu. Lantas bagaimana kau bisa setegar ini?”

“Kau tahu, mengapa banyak orang terluka dan tertatih karena cinta? Itu karena mereka lupa bahwa cinta yang haqiqi milik-Nya semata. Aku memang mencintaimu kak, tapi karena aku percaya cinta Tuhan lebih besar untukku, aku mampu bertahan.”

“Ah, kau benar. Aku melupakannya. Maafkan aku Za, tapi masihkah mungkin untuk kita bersama??”

“Jujur kak, aku masih mencintaimu sedalam dulu, tapi untuk bersama itu tak mungkin. Andai kita bertemu lebih cepat….” Belum sempat kuteruskan kalimatku, tiba-tiba handphoneku berdering. Aku mengangkatnya, “Sayang, kamu dimana? Aku udah di depan nih, cepat kemari yaa..??” ucapnya dari seberang sana.

 “Sebentar, aku lagi ditoilet..” aku berbohong padanya, lalu kututup handphoneku.

Ia menatapku kebingungan. “Apa maksudmu?” tanyanya penuh selidik.

“Aku tak lagi sendiri, kak. Aku telah meilih orang lain, aku lelah menunggumu. Mungkin aku berdosa karena membohonginya, aku berkata mencintainya sedang hatiku masih bertaut padamu. Tapi, aku yakin ketulusan cintanya akan meluluhkan hatiku dan aku akan melupakanmu. Maafkan aku..” aku berlalu, tapi ia menahanku. “Kau tak boleh melakukan itu Za.., kau tak hanya menyakiti dia, tapi kau juga melukai dirimu…” ia membujukku. 

“Aku tahu. Maafkan aku, kuharap kau akan menemukan seseorang yang lebih baik dariku…” kulepaskan tanganku dari cengkramannya, lalu pergi meninggalkannya yang masih mematung kebingungan. 
 
***

“Kau baik-baik saja?” tanyanya.

“Ya. Mari kita pergi..” jawabku singkat.

Ia tersenyum nakal kepadaku, lalu berbisik “Aku mencintaimu…” aku meringis. Menahan kepedihan yang kutoreh sendiri.


My sweet room, 08072014 | 22.22 WIB…
Dicintai atau mencintai?
Bukan pertanyaan yang harus terjawab…
Zatul Omaira

Tidak ada komentar:

Posting Komentar